sumber : http://dokterblog.wordpress.com
BAB I
PENDAHULUAN
Kira-kira
80% penduduk sumur hidup pernah sekali merasakan nyeri punggung bawah.
Pada setiap saat lebih dari 10 % penduduk menderita nyeri pinggang.1,2
Insidensi nyeri pinggang di beberapa negara berkembang lebih kurang
15-20% dari total populasi, yang sebagian besar merupakan nyeri pinggang
akut maupun kronik, termasuk tipe benigna. Penelitian kelompok studi
nyeri PERDOSSI Mei 2002 menunjukkan jumlah penderita nyeri pinggang
sebesar 18,37% dari seluruh pasien nyeri.3 Studi populasi dl daerah
pantai utara Jawa Indonesia ditemukan insidensi 8,2% pada pria dan 13,6%
pada wanita. Di rumah sakit Jakarta, Yogyakarta dan Semarang
insidensinya sekitar 5,4 – 5,8%, frekwensi terbanyak pada usia 45-65
tahun.4
Biasanya nyeri pinggang membutuhkan waktu 6-7 minggu
untuk penyembuhan baik terhadap jaringan lunak maupun sendi, namun 10%
diantaranya tidak mengalami perbaikan dalam kurun waktu tersebut.5 Nyeri
punggung bawah merupakan gejala, bukan suatu diagnosis. Nyeri punggung
merupakan kelainan dengan berbagai etiologi dan membutuhkan penanganan
simtomatis serta rehabilitasi medik.
Puskesmas sebagai sarana
kesehatan primer dengan sarana diagnostik dan terapeutik yang terbatas
dituntut untuk dapat mendiagnosis dan menangani kasus-kasus yang menjadi
kompetensi dokter umum dan di sisi lain, dokter umum harus dapat
mengenali kasus-kasus yang membutuhkan penanganan lanjutan spesialis.
Penting bagi dokter untuk dapat mengenali serta mengetahui
penatalaksanaan nyeri punggung bawah secara komprehensif untuk mengatasi
masalah akut maupun mencegahnya rekurensi dan berkembangnya penyakit
menjadi nyeri punggung kronik.
TUJUAN
Tujuan dari
penulisan ini adalah untuk mengetahui cara mendiagnosa dan mengelola
secara komprehensif pasien nyeri punggung bawah khususnya di puskesmas.
METODOLOGI
Laporan
kasus ini dilakukan dengan observasi langsung pada pasien di bangsal
rawat inap Puskesmas Mlonggo, mengikuti perkembangannya selama dalam
masa perawatan dan dilakukan kunjungan rumah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA:
DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF
NYERI PUNGGUNG BAWAH DI PUSKESMAS
DEFINISI
Nyeri
punggung bawah (NPB) adalah rasa nyeri yang dirasakan di daerah
punggung bawah, dapat menyebabkan, dapat merupakan nyeri lokal maupun
nyeri radikuler maupun keduanya. Nyeri ini terasa diantara sudut iga
terbawah sampai lipat bokong bawah yaitu di daerah lumbal atau
lumbo-sakral dan sering disertai dengan penjalaran nyeri ke arah tungkai
dan kaki. NPB yang lebih dari 6 bulan disebut kronik.
ANATOMI DAN FISIOLOGI TULANG BELAKANG
Anatomi
tulang belakang perlu diketahui agar klinisi dapat menentukan elemen
apa yang terganggu pada timbulnya keluhan nyeri punggung bawah.
Tulang
vertebrae merupakan struktur komplek yang secara garis besar terbagi
atas 2 bagian. Bagian anterior tersusun atas korpus vertebra, diskus
intervertebralis (sebagai artikulasi), dan ditopang oleh ligamnetum
longitudinale anterior dan posterior. Sedangkan bagian posterior
tersusun atas pedikel, lamina, kanalis vertebralis, serta prosesus
tranversus dan spinosus yang menjadi tempat otot penyokong dan pelindung
kolumna vertebrale. Bagian posterior vertebra antara satu dan lain
dihubungkan dengan sendi apofisial (faset).
Stabilitas vertebrae
tergantung pada integritas korpus vertebra dan diskus intervertebralis
serta dua jenis jaringan penyokong yaitu ligamentum (pasif) dan otot
(aktif). Untuk menahan beban yang besar terhadap kolumna vertebrale ini
stabilitas daerah pinggang sangat bergantung pada gerak kontraksi
volunter dan reflek otot-otot sakrospinalis, abdominal, gluteus
maksimus, dan hamstring6.
Diskus intervertebralis, baik anulus
fibrosus maupun nucleus pulposusnya adalah bangunan yang tidak peka
nyeri.7 Dari gambar di atas8, tampak bahwa yang merupakan bagian peka
nyeri adalah:
* Lig. Longitudinale anterior
* Lig. Longitudinale posterior
* Corpus vertebra dan periosteumnya
* Articulatio zygoapophyseal
* Lig. Supraspinosum.
* Fasia dan otot
PATOFISIOLOGI NYERI PUNGGUNG BAWAH
Bangunan
peka nyeri mengandung reseptor nosiseptif (nyeri) yang terangsang oleh
berbagai stimulus lokal (mekanis, termal, kimiawi). Stimulus ini akan
direspon dengan pengeluaran berbagai mediator inflamasi yang akan
menimbulkan persepsi nyeri. Mekanisme nyeri merupakan proteksi yang
bertujuan untuk mencegah pergerakan sehingga proses penyembuhan
dimungkinkan. Salah satu bentuk proteksi adalah spasme otot, yang
selanjutnya dapat menimbulkan iskemia.9
Nyeri yang timbul dapat
berupa nyeri inflamasi pada jaringan dengan terlibatnya berbagai
mediator inflamasi; atau nyeri neuropatik yang diakibatkan lesi primer
pada sistem saraf.
Iritasi neuropatik pada serabut saraf dapat
menyebabkan 2 kemungkinan. Pertama, penekanan hanya terjadi pada selaput
pembungkus saraf yang kaya nosiseptor dari nervi nevorum yang
menimbulkan nyeri inflamasi. Nyeri dirasakan sepanjang serabut saraf dan
bertambah dengan peregangan serabut saraf misalnya karena pergerakan.
Kemungkinan kedua, penekanan mengenai serabut saraf. Pada kondisi ini
terjadi perubahan biomolekuler di mana terjadi akumulasi saluran ion Na
dan ion lainnya. Penumpukan ini menyebabkan timbulnya mechano-hot spot
yang sangat peka terhadap rangsang mekanikal dan termal. Hal ini
merupakan dasar pemeriksaan Laseque.
ETIOLOGI
Keadaan-keadaan yang sering menimbulkan keluhan low back pain dapat dikelompokkan sebagai berikut ( Macnab,1977):11
1. Nyeri spondilogenik
1.1 Proses degeneratif
1. degenerasi diskus
Gejala
awal biasanya dibatasi dengan nyeri akut pada regio lumbal. penyakit
degenerasi pada diskus ini dapat menyebabkan entrapment pada akhiran
syaraf pada keadaan – keadaan tertentu seperti herniasi diskus, kompresi
pada tulang vertebra dan sebagainya.
1. osteoarthrosis dan spondylosis
Kedua
keadaan ini biasanya muncul dengan gambaran klinis yang hampir sama,
meskipun spondilosis mengarah pada proses degenerasi dari diskus
intervertebralis sedangkan osteoarthrosis pada penyakit di apophyseal
joint.
1. ankylosing hyperostosis
Dikenal juga sebagai
Forestier`s disease ( Forestier dan Lagier,1971). Penyebab pastinya
belum diketahui.Merupakan bentuk spondylosis yang berlebihan, terjadi
pada usia tua dan lebih sering pada penderita Diabetes Melitus.
1.2 Ankylosing spondylitis
Ankylosing spondylitis sering muncul pada awal tahapan proses pertumbuhan ( pada laki – laki).
1.3 Infeksi
Proses
infeksi ini termasuk infeksi pyogenik, osteomyelitis tuberkulosa pada
vertebra, typhoid , brucelosis, dan infeksi parasit. Sulitnya mengetahui
onset dan kurangnya informasi dari foto X-ray dapat menyebabkan
keterlambatan diagnosis 8 – 10 minggu. Dengan progresivitas dari
penyakit, nyeri pinggang belakang dapat dirasa semakin meningkat
intensitasnya, menetap dan terasa saat tidur.
1.4 Osteokhondritis
Osteokhondritis
pada vertebra ( Scheuermann`s disease) sama seperti osteokhondritis
pada bagian selain vertebra. Ia mempengaruhi epiphyse pada bagian bawah
dan bagian atas dari vertebra lumbal.Gambaran radiologi menunjukan
permukaan vertebra yang ireguler, jarak antar diskus yang menyempit dan
bentuk baji pada vertebra.
1.5 Proses metabolik
Penyakit
metabolik pada tulang yang sering menimbulkan gejala nyeri pinggang
belakang adalah osteoporosis. Nyeri bersifat kronik,dapat bertambah
buruk dengan adanya crush fracture .Gambaran radiologi terlihat adanya
typical porosity dengan pencilled outlines pada vertebra.
1.6 Neoplasma
Sakit
pinggang sebagai gejala dini tumor intraspinal berlaku untuk tumor
ekstradural di bagian lumbal. 70 % merupakan metastase dan 30 % adalah
primer atau penjalaran perkontinuitatum neoplasma non osteogenik. Jenis
tumor ganas yang cenderung untuk bermetastase ke tulang sesuai dengan
urutan frekuensinya adalah adenocarsinoma mammae, prostat, paru, ginjal
dan tiroid. Keluhan mula-mula adalah pegal di pinggang yang lambat laun
secara berangsur-angsur menjadi nyeri pinggang yang lambat laun secara
berangsur-angsur menjadi nyeri pinggang yang tidak tertahankan oleh
penderita. Kadang metastase yang masih kecil mendasari fraktur tulang
lumbal oleh trauma yang tidak berarti sehingga pada kasus-kasus dimana
didapatkan ketidaksesuaian antara intensitas trauma dan derajat fraktur
maka kecurigaan ke arah keganasan perlu dipikirkan.
1.7 Kelainan struktur
* Kongenital
Kelainan kongenital yang menimbulkan keluhan low back pain adalah :
1. Spondilolistesis
Suatu
keadaan dimana terdapat pergeseran ke depan dan suatu ruas vertebra.
Biasanya sering mengenai L5. Keadaan ini banyak terjadi pada masa intra
uterin. Keluhan baru timbul pada usia menjelang 35 tahun disebabkan oleh
kelainan sekunder yang terjadi pada masa itu, bersifat pegal difus.
Tapi spondilolistesis juga dapat terjadi oleh karena trauma.
1. Spondilolisis
Ialah
suatu keadaan dimana bagian posterior ruas tulang belakang terputus
sehingga terdapat diskontinuitas antara prosesus artikularis superior
dan inferior. Kelainan ini terjadi oleh karena arcus neuralis putus
tidak lama setelah neonatus dilahirkan. Sering juga terapat bersama
dengan spondilolistesis. Sama halnya dengan spondilolistesis, keluhan
juga baru timbul pada umur 35 tahun karena alasan yang sama.
1. Spina bifida
Adalah
defek pada arcus spinosus lumbal/sakral akibat gangguan proses
pembentukan sehingga tidak terdapat ligamen interspinosus yang
menguatkan daerah tersebut. Hal ini menyebabkan mudah timbulnya
lumbosacral strain yang bermanifestasis sebagai sakit pinggang.
Ketiga kelainan di atas didiagnosis dari pemeriksaan rontgenologis.
* Akuisita
1. sakit pinggang akibat sikap tubuh yang salah
2. sakit pinggang akibat trauma
- Trauma besar
(i) Terbedolnya insersi otot erector trunci
Pada keadaan ini penderita dapat menunjuk daerah yang nyeri tekan pada darah tersebut. (udem setempat dan hematom)
(ii)
Ruptur ligamen interspinosum secara mutlak atau parsial
mengakibatkan nyeri tajam pada tempat ruptur yang makin berat jika
pasien membungkuk. Lokalisasi dan nyeri tekan (+).
(iii) Fraktur corpus vertebra lumbal
Pada saat fraktur, penderita merasakan nyeri setempat yang kemudian dapat disertai radiasi ke tungkai (referred pain).
Diagnosa
dapat ditegakkan dari photo rontgen dengan menentukan sifat dan
derajatnya. Gejala-gejala NPB sesuai dengan tempat yang patah.
- Trauma kecil.
Terdiri
dari sakroiliak strain dan lumbosakral strain. Hal ini disebabkan
daerah tersebut merupakan penunjang utama dari tubuh dan aktivitas
fisiknya. Kelainan terjadi karena daerah tersebut bekerja terus-menerus.
Keluhan utama berupa sakit pinggang yang bersifat pegal, ngilu, “panas”
pada bagian bawah pinggang. Tidak didapatkan nyeri tekan dan mobilitas
tulang belakang masih baik.
1. Spondilosis : spondiloartrosis deformans lumbal
Merupakan
penyakit degenerasi dimana didapatkan rarefikasi korteks tulang,
osteofit, penyempitan/pelebaran, osteolisis, osteosklerosis, penyempitan
jarak antar corpus vertebra dan kadang fraktur kompresi. Penyebabnya
multifaktorial dengan faktor herediter memegang peranan penting.
Pada
umumnya terjadi pada orang dengan umur 50 tahun ke atas dengan keluhan
pegal, ngilu, kaku, capek di seluruh daerah pinggang. Keluhan bertambah
berat pada gerakan pinggang terlebih setelah duduk atau berbaring.
1. Spinal stenosis
Adalah
perubahan sekunder pada canalis vertebra dimana terjadi penyempitan
ruang canalis vertebra yang bermanifestasi sebagai nyeri radikuler pada
waktu berjalan dengan sikap tegak sehingga penderita berusaha
meringankan sakitnya dengan membungkuk.
1. Nyeri viserogenik
Nyeri ini dapat muncul akibat gangguan pada ginjal, bagian viscera dari pelvis dan tumor – tumor peritoneum
1. Nyeri vaskulogenik
Aneurisma
dan penyakit pembuluh darah perifer dapat memunculkan gejala nyeri.
Nyeri pada aneurisma abdominal tidak ada hubungannya dengan aktivitas
dan nyerinya dijalarkan ke kaki. Sedang pada penyakit pembuluh darah
perifer, penderita sering mengeluh nyeri dan lemah pada kaki yang juga
diinisiasi dengan berjalan pada jarak dekat.
1. Nyeri neurogenik
Misal pada iritasi arachnoid dengan sebab apapun dan tumor – tumor pada spinal duramater dapat menyebabkan nyeri belakang.
1. Nyeri psikogenik
Pada ansietas, neurosis, peningkatan emosi , nyeri ini dapat muncul.
Di
atas terdapat gambar yang menunjukkan kondisi patoanatomis vertebra
lumbalis. Di sebelah kanan atas tampak vertebra lumbalis dengan anatomi
normal. Pada gambar kanan tengah, herniasi nucleus pulposus ke canalis
spinalis tampak jelas. Nucleus pulposus memiliki konsistensi lembut,
setidaknya pada masa kanak-kanak sampai usia pertengahan, dan dapat
mengalami protrusi melalui anulus fibrosus. Ini biasanya terjadi di
bagian lateral canalis spinalis. Pada stenosis spinalis (kanan bawah)
terjadi perubahan degeneratif hidropik dari facet dan penebalan
ligamentum flavum yang dapat menyempitkan kanalis spinalis di bagian
tengah maupun lateral. Gambar di kiri menunjukkan spondilolisis,di mana
terjadi defek di pars articularis akibat fraktur atau kongenital; dan
spondilolistesis, di mana terjadi pergeseran posisi vertebra ke anterior
terhadap vertebra lain di bawahnya.
Nyeri punggung bawah dapat dibedakan berdasarkan penyebab mekanik, non-mekanik, maupun sebab visceral seperti di bagan berikut.
Pada
nyeri punggung bawah perlu diwaspadai adanya Red Flag, yaitu tanda dan
gejala yang menandai adanya kelainan serius yang mendasari nyeri. Red
flags dapat diketahui melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Kelainan
Red Flags
Kanker atau infeksi - Usia <20 tahun atau > 50 tahun
- Riwayat kanker
- Penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas
- Terapi imunosupresan
- Infeksi saluran kemih, IV drug abuse, demam, menggigil
- Nyeri punggung tidak membaik dengan istirahat
Fraktur vertebra - Riwayat trauma bermakna
- Penggunaan steroid jangka panjang
- Usia > 70 tahun
Sindroma kauda ekuina atau defisit neurologik berat - Retensi urin akut atau inkontinensia overflow
- Inkontinensia alvi atau atonia sfingter ani
- Saddle anesthesia
- Paraparesis progresif atau paraplegia
Faktor risiko
Faktor
risiko terjadinya NPB adalah usia, kondisi kesehatan yang buruk,
masalah psikologik dan psikososial, artritis degeneratif, merokok,
skoliosis mayor (kurvatura >80o), obesitas, tinggi badan yang
berlebihan, hal yang berhubungan pekerjaan seperti duduk dan mengemudi
dalam waktu lama, duduk atau berdiri berjam-jam (posisi tubuh kerja yang
statik), getaran, mengangkat, membawa beban, menarik beban, membungkuk,
memutar, dan kehamilan.
DIAGNOSIS KLINIS NYERI PUNGGUNG BAWAH11
Diagnosis klinis NPB meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik umum dan neurologis serta pemeriksaan penunjang
Anamnesis
Dalam anamnesis perlu diketahui:
Awitan
Penyebab
mekanis NPB menyebabkan nyeri mendadak yang timbul setelah posisi
mekanis yang merugikan. Mungkin terjadi robekan otot, peregangan fasia
atau iritasi permukaan sendi. Keluhan karena penyebab lain timbul
bertahap.
Lama dan frekuensi serangan
NBP akibat sebab
mekanik berlangsung beberapa hari sampai beberapa bulan. Herniasi diskus
bisa membutuhkan waktu 8 hari sampai resolusinya. Degenerasi diskus
dapat menyebabkan rasa tidak nyaman kronik dengan eksaserbasi selama 2-4
minggu.
Lokasi dan penyebaran
Kebanyakan NPB akibat
gangguan mekanis atau medis terutama terjadi di daerah lumbosakral.
Nyeri yang menyebar ke tungkai bawah atau hanya di tungkai bawah
mengarah ke iritasi akar saraf. Nyeri yang menyebar ke tungkai juga
dapat disebabkan peradangan sendi sakroiliaka. Nyeri psikogenik tidak
mempunya pola penyebaran yang tetap.
Faktor yang memperberat/memperingan
Pada
lesi mekanis keluhan berkurang saat istirahat dan bertambah saat
aktivitas. Pada penderita HNP duduk agak bungkuk memperberat nyeri.
Batuk, bersin atau manuver valsava akan memperberat nyeri. Pada
penderita tumor, nyeri lebih berat atau menetap jika berbaring.
Kualitas/intensitas
Penderita
perlu menggambarkan intensitas nyeri serta dapat membandingkannya
dengan berjalannya waktu. Harus dibedakan antara NPB dengan nyeri
tungkai, mana yang lebih dominan dan intensitas dari masing-masing
nyerinya, yang biasanya merupakan nyeri radikuler. Nyeri pada tungkai
yang lebih banyak dari pada NPB dengan rasio 80-20% menunjukkan adanya
radikulopati dan mungkin memerlukan suatu tindakan operasi. Bila nyeri
NPB lebih banyak daripada nyeri tungkai, biasanya tidak menunjukkan
adanya suatu kompresi radiks dan juga biasanya tidak memerlukan tindakan
operatif. Gejala NPB yang sudah lama dan intermiten, diselingi oleh
periode tanpa gejala merupakan gejala khas dari suatu NPB yang
terjadinya secara mekanis.
Walaupun suatu tindakan atau gerakan
yang mendadak dan berat, yang biasanya berhubungan dengan pekerjaan,
bisa menyebabkan suatu NPB, namun sebagian besar episode herniasi diskus
terjadi setelah suatu gerakan yang relatif sepele, seperti membungkuk
atau memungut barang yang enteng.
Harus diketahui pula
gerakan-gerakan mana yang bisa menyebabkan bertambahnya nyeri NPB, yaitu
duduk dan mengendarai mobil dan nyeri biasanya berkurang bila tiduran
atau berdiri, dan setiap gerakan yang bisa menyebabkan meningginya
tekanan intra-abdominal akan dapat menambah nyeri, juga batuk, bersin
dan mengejan sewaktu defekasi.
Selain nyeri oleh penyebab mekanik
ada pula nyeri non-mekanik. Nyeri pada malam hari bisa merupakan suatu
peringatan, karena bisa menunjukkan adanya suatu kondisi terselubung
seperti adanya suatu keganasan ataupun infeksi.
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi :
Gerakan
aktif pasien harus dinilai, diperhatikan gerakan mana yang membuat
nyeri dan juga bentuk kolumna vertebralis, berkurangnya lordosis serta
adanya skoliosis. Berkurang sampai hilangnya lordosis lumbal dapat
disebabkan oleh spasme otot paravertebral.
Gerakan-gerakan yang perlu diperhatikan pada penderita:
* Keterbatasan gerak pada salah satu sisi atau arah.
* Ekstensi ke belakang (back extension) seringkali menyebabkan nyeri
pada tungkai bila ada stenosis foramen intervertebralis di lumbal dan
artritis lumbal, karena gerakan ini akan menyebabkan penyempitan foramen
sehingga menyebabkan suatu kompresi pada saraf spinal.
* Fleksi ke
depan (forward flexion) secara khas akan menyebabkan nyeri pada tungkai
bila ada HNP, karena adanya ketegangan pada saraf yang terinflamasi
diatas suatu diskus protusio sehingga meninggikan tekanan pada saraf
spinal tersebut dengan jalan meningkatkan tekanan pada fragmen yang
tertekan di sebelahnya (jackhammer effect).
* Lokasi dari HNP
biasanya dapat ditentukan bila pasien disuruh membungkuk ke depan ke
lateral kanan dan kiri. Fleksi ke depan, ke suatu sisi atau ke lateral
yang meyebabkan nyeri pada tungkai yang ipsilateral menandakan adanya
HNP pada sisi yang sama.
* Nyeri NPB pada ekstensi ke belakang pada
seorang dewasa muda menunjukkan kemungkinan adanya suatu spondilolisis
atau spondilolistesis, namun ini tidak patognomonik.
Palpasi :
Adanya
nyeri (tenderness) pada kulit bisa menunjukkan adanya kemungkinan suatu
keadaan psikologis di bawahnya (psychological overlay).
Kadang-kadang
bisa ditentukan letak segmen yang menyebabkan nyeri dengan menekan pada
ruangan intervertebralis atau dengan jalan menggerakkan ke kanan ke
kiri prosesus spinosus sambil melihat respons pasien. Pada
spondilolistesis yang berat dapat diraba adanya ketidak-rataan
(step-off) pada palpasi di tempat/level yang terkena. Penekanan dengan
jari jempol pada prosesus spinalis dilakukan untuk mencari adanya
fraktur pada vertebra. Pemeriksaan fisik yang lain memfokuskan pada
kelainan neurologis.
Refleks yang menurun atau menghilang secara
simetris tidak begitu berguna pada diagnosis NPB dan juga tidak dapat
dipakai untuk melokalisasi level kelainan, kecuali pada sindroma kauda
ekuina atau adanya neuropati yang bersamaan. Refleks patella terutama
menunjukkan adanya gangguan dari radiks L4 dan kurang dari L2 dan L3.
Refleks tumit predominan dari S1.
Harus dicari pula refleks
patologis seperti babinski, terutama bila ada hiperefleksia yang
menunjukkan adanya suatu gangguan upper motor neuron (UMN). Dari
pemeriksaan refleks ini dapat membedakan akan kelainan yang berupa UMN
atau LMN.
Pemeriksaan motoris : harus dilakukan dengan seksama
dan harus dibandingkan kedua sisi untuk menemukan abnormalitas motoris
yang seringan mungkin dengan memperhatikan miotom yang mempersarafinya.
Pemeriksaan
sensorik : Pemeriksaan sensorik akan sangat subjektif karena
membutuhkan perhatian dari penderita dan tak jarang keliru, tapi tetap
penting arti diagnostiknya dalam membantu menentukan lokalisasi lesi HNP
sesuai dermatom yang terkena. Gangguan sensorik lebih bermakna dalam
menunjukkan informasi lokalisasi dibanding motoris.6
Tanda-tanda perangsangan meningeal :
Tanda
Laseque: menunjukkan adanya ketegangan pada saraf spinal khususnya L5
atau S1. Secara klinis tanda Laseque dilakukan dengan fleksi pada lutut
terlebih dahulu, lalu di panggul sampai 900 lalu dengan perlahan-lahan
dan graduil dilakukan ekstensi lutut dan gerakan ini akan menghasilkan
nyeri pada tungkai pasien terutama di betis (tes yang positif) dan nyeri
akan berkurang bila lutut dalam keadaan fleksi. Terdapat modifikasi tes
ini dengan mengangkat tungkai dengan lutut dalam keadaan ekstensi
(stright leg rising). Modifikasi-modifikasi tanda laseque yang lain
semua dianggap positif bila menyebabkan suatu nyeri radikuler. Cara
laseque yang menimbulkan nyeri pada tungkai kontra lateral merupakan
tanda kemungkinan herniasi diskus.5
Pada tanda laseque, makin
kecil sudut yang dibuat untuk menimbulkan nyeri makin besar kemungkinan
kompresi radiks sebagai penyebabnya. Demikian juga dengan tanda laseque
kontralateral. Tanda Laseque adalah tanda pre-operatif yang terbaik
untuk suatu HNP, yang terlihat pada 96,8% dari 2157 pasien yang secara
operatif terbukti menderita HNP dan pada hernia yang besar dan lengkap
tanda ini malahan positif pada 96,8% pasien. Harus diketahui bahwa tanda
Laseque berhubungan dengan usia dan tidak begitu sering dijumpai pada
penderita yang tua dibandingkan dengan yang muda (<30 tahun). Tanda
Laseque kontralateral (contralateral Laseque sign) dilakukan dengan cara
yang sama, namun bila tungkai yang tidak nyeri diangkat akan
menimbulkan suatu respons yang positif pada tungkai kontralateral yang
sakit dan menunjukkan adanya suatu HNP. Tes Bragard: Modifikasi yang
lebih sensitif dari tes laseque. Caranya sama seperti tes laseque dengan
ditambah dorsofleksi kaki. Tes Sicard: Sama seperti tes laseque, namun
ditambah dorsofleksi ibu jari kaki. Tes valsava: Pasien diminta
mengejan/batuk dan dikatakan tes positif bila timbul nyeri DIAGNOSIS
BANDING Diagnosis banding dari NPB yang sering terjadi dapat dilihat
pada tabel di bawah ini.12 Disease or condition Patient age (years)
Location of pain Quality of pain Aggravating or relieving
factors Signs Back strain 20 to 40 Low back, buttock, posterior
thigh Ache, spasm Increased with activity or bending Local
tenderness, limited spinal motion Acute disc herniation 30 to 50 Low
back to lower leg Sharp, shooting or burning pain, paresthesia in leg
Decreased with standing; increased with bending or sitting Positive
straight leg raise test, weakness, asymmetric reflexes Osteoarthritis or
spinal stenosis >50 Low back to lower leg; often bilateral Ache,
shooting pain, “pins and needles” sensation Increased with walking,
especially up an incline; decreased with sitting Mild decrease in
extension of spine; may have weakness or asymmetric reflexes
Spondylolisthesis
Any age Back, posterior thigh Ache Increased with activity or
bending Exaggeration of the lumbar curve, palpable “step off” (defect
between spinous processes), tight hamstrings
Ankylosing spondylitis
15 to 40 Sacroiliac joints, lumbar spine Ache Morning stiffness
Decreased back motion, tenderness over sacroiliac joints
Infection
Any age Lumbar spine, sacrum Sharp pain, ache Varies Fever,
percussive tenderness; may have neurologic abnormalities or decreased
motion
Malignancy >50 Affected bone(s) Dull ache, throbbing
pain; slowly progressive Increased with recumbency or cough May have
localized tenderness, neurologic signs or fever
TES DIAGNOSTIK10,13:
Laboratorium:
Pada
pemeriksaan laboratorium rutin penting untuk melihat; laju endap darah
(LED), kadar Hb, jumlah leukosit dengan hitung jenis, dan fungsi ginjal.
Pemeriksaan Radiologis :
Foto
rontgen biasa (plain photos) sering terlihat normal atau kadang-kadang
dijumpai penyempitan ruangan intervertebral, spondilolistesis, perubahan
degeneratif, dan tumor spinal. Penyempitan ruangan intervertebral
kadang-kadang terlihat bersamaan dengan suatu posisi yang tegang dan
melurus dan suatu skoliosis akibat spasme otot paravertebral.
CT
scan adalah sarana diagnostik yang efektif bila vertebra dan level
neurologis telah jelas dan kemungkinan karena kelainan tulang.
MRI
(akurasi 73-80%) biasanya sangat sensitif pada HNP dan akan menunjukkan
berbagai prolaps. Namun para ahli bedah saraf dan ahli bedah ortopedi
tetap memerlukan suatu EMG untuk menentukan diskus mana yang paling
terkena.
MRI sangat berguna bila:
* vertebra dan level neurologis belum jelas
* kecurigaan kelainan patologis pada medula spinal atau jaringan lunak
* untuk menentukan kemungkinan herniasi diskus post operasi
* kecurigaan karena infeksi atau neoplasma
Mielografi
atau CT mielografi dan/atau MRI adalah alat diagnostik yang sangat
berharga pada diagnosis NPB dan diperlukan oleh ahli bedah
saraf/ortopedi untuk menentukan lokalisasi lesi pre-operatif dan
menentukan adakah adanya sekwester diskus yang lepas dan mengeksklusi
adanya suatu tumor.
HERNIA NUKLEUS PULPOSUS14
HNP adalah suatu keadaan di mana sebagian atau seluruh nukleus pulposus mengalami penonjolan ke dalam kanalis spinalis.
Nukleus
pulposus adalah gel viskus yang terdiri dari proteoglikan yang
mengandung kadar air yang tinggi. Nukleus pulposus memiliki fungsi
menahan beban sekaligus sebagai bantalan. Dengan bertambahnya usia
kemampuan nukleus pulposus menahan air sangat berkurang sehingga diskus
mengerut, terjadi penurunan vaskularisasi sehingga diskus menjadi kurang
elastis. Pada diskus yang sehat, nukleus pulposus akan mendistribusikan
beban secara merata ke segala arah, namun nukleus pulposus yang
mengerut akan mendistribusikan beban secara asimetris, akibatnya dapat
terjadi cedera atau robekan pada anulus.
Manifestasi klinik HNP adalah sebagai berikut:
* Ischialgia. Nyeri bersifat tajam, seperti terbakar, dan berdenyut sampai ke bawah lutut.
Ischialgia merupakan nyeri yang terasa sepanjang perjalanan nervus ischiadicus sampai ke tungkai.
* Dapat timbul gejala kesemutan atau rasa baal.
* Pada kasus berat dapat timbul kelemahan otot dan hilangnya refleks tendon patella (KPR) dan Achilles (APR).
* Bila mengenai konus atau kauda ekuina dapat terjadi gangguan
defekasi, miksi dan fungsi seksual. Keadaan ini merupakan kegawatan
neurologis yang memerlukan tindakan pembedahan untuk mencegah kerusakan
fungsi permanen.
* Nyeri bertambah dengan batuk, bersin, mengangkat benda berat, membungkuk akibat bertambahnya tekanan intratekal.
* Kebiasaan penderita perlu diamati, bila duduk maka lebih nyaman duduk pada sisi yang sehat.
Menurut
Deyo dan Rainville, untuk pasien dengan keluhan NPB dan nyeri yang
dijalarkan ke tungkai, pemeriksaan awal cukup meliputi:
1. Tes laseque
2. Tes kekuatan dorsofleksi pergelangan kaki dan ibu jari kaki. Kelemahan menunjukkan gangguan akar saraf L4-5
3. Tes refleks tendon achilles untuk menilai radiks saraf S1
4. Tes sensorik kaki sisi medial (L4), dorsal (L5) dan lateral (S1)
5. Tes laseque silang merupakan tanda yang spesifik untuk HNP. Bila tes
ini positif, berarti ada HNP, namun bila negatif tidak berarti tidak
ada HNP.
Pemeriksaan yang singkat ini cukup untuk menjaring HNP
L4-S1 yang mencakup 90% kejadian HNP. Namun pemeriksaan ini tidak cukup
untuk menjaring HNP yang jarang di L2-3 dan L3-4 yang secara klinis
sulit didiagnosis hanya dengan pemeriksaan fisik saja.
Penatalaksanaan HNP
Penatalaksanaan
NPB diberikan untuk meredakan gejala akut dan mengatasi etiologi. Pada
kasus HNP, terapi dibagi berdasarkan terapi konservatif dan bedah.
Terapi konservatif
Tujuan
terapi konservatif adalah mengurangi iritasi saraf, memperbaiki kondisi
fisik pasien dan melindungi dan meningkatkan fungsi tulang punggung
secara keseluruhan. 90% pasien akan membaik dalam waktu 6 minggu, hanya
sisanya yang membutuhkan pembedahan.
Terapi konservatif untuk NPB, termasuk NPB akibat HNP meliputi:
1. Tirah baring
Tujuan
tirah baring untuk mengurangi nyeri mekanik dan tekanan intradiskal,
lama yang dianjurkan adalah 2-4 hari. Tirah baring terlalu lama akan
menyebabkan otot melemah. Pasien dilatih secara bertahap untuk kembali
ke aktivitas biasa.
Posisi tirah baring yang dianjurkan adalah
dengan menyandarkan punggung, lutut dan punggung bawah pada posisi
sedikit fleksi. Fleksi ringan dari vertebra lumbosakral akan memisahkan
permukaan sendi dan memisahkan aproksimasi jaringan yang meradang.
1. Medikamentosa
1. Analgetik dan NSAID
2. Pelemas otot: digunakan untuk mengatasi spasme otot
3. Opioid: tidak terbukti lebih efektif dari analgetik biasa. Pemakaian jangka panjang dapat menyebabkan ketergantungan
4. Kortikosteroid oral: pemakaian masih menjadi kontroversi namun
dapat dipertimbangkan pada kasus HNP berat untuk mengurangi inflamasi.
5. Analgetik ajuvan: dipakai pada HNP kronis
Terapi fisik
Traksi pelvis
Menurut
panel penelitian di Amerika dan Inggris traksi pelvis tidak terbukti
bermanfaat. Penelitian yang membandingkan tirah baring, korset dan
traksi dengan tirah baring dan korset saja tidak menunjukkan perbedaan
dalam kecepatan penyembuhan.
Diatermi/kompres panas/dingin
Tujuannya
adalah mengatasi nyeri dengan mengatasi inflamasi dan spasme otot. Pada
keadaan akut biasanya dapat digunakan kompres dingin, termasuk bila
terdapat edema. Untuk nyeri kronik dapat digunakan kompres panas maupun
dingin.
Korset lumbal
Korset lumbal tidak bermanfaat pada
NPB akut namun dapat digunakan untuk mencegah timbulnya eksaserbasi akut
atau nyeri pada NPB kronis. Sebagai penyangga korset dapat mengurangi
beban pada diskus serta dapat mengurangi spasme.
Latihan
Direkomendasikan
melakukan latihan dengan stres minimal pada punggung seperti jalan
kaki, naik sepeda atau berenang. Latihan lain berupa kelenturan dan
penguatan. Latihan bertujuan untuk memelihara fleksibilitas fisiologik,
kekuatan otot, mobilitas sendi dan jaringan lunak. Dengan latihan dapat
terjadi pemanjangan otot, ligamen dan tendon sehingga aliran darah
semakin meningkat.
Latihan kelenturan
Punggung yang kaku
berarti kurang fleksibel akibatnya vertebra lumbosakral tidak sepenuhnya
lentur. Keterbatasan ini dapat dirasakan sebagai keluhan “kencang”.
Latihan
untuk kelenturan punggung adalah dengan membuat posisi meringkuk
seperti bayi dari posisi terlentang. Tungkai digunakan sebagai tumpuan
tarikan. Untuk menghasilkan posisi knee-chest, panggul diangkat dari
lantai sehingga punggung teregang, dilakukan fleksi bertahap punggung
bawah bersamaan dengan fleksi leher dan membawa dagu ke dada. Dengan
gerakan ini sendi akan mencapai rentang maksimumnya. Latihan ini
dilakukan sebanyak 3 kali gerakan, 2 kali sehari.
Latihan penguatan
Latihan pergelangan kaki: Gerakkan pergelangan kaki ke depan dan belakang dari posisi berbaring.
Latihan
menggerakkan tumit: Dari posisi berbaring lutut ditekuk dan kembali
diluruskan dengan tumit tetap menempel pada lantai (menggeser tumit).
Latihan
mengangkat panggul: Pasien dalam posisi telentang, dengan lutut dan
punggung fleksi, kaki bertumpu di lantai. Kemudian punggung ditekankan
pada lantai dan panggul diangkat pelan-pelan dari lantai, dibantu dengan
tangan yang bertumpu pada lantai. Latihan ini untuk meningkatkan
lordosis vertebra lumbal.
Latihan berdiri: Berdiri membelakangi
dinding dengan jarak 10-20 cm, kemudian punggung menekan dinding dan
panggul direnggangkan dari dinding sehingga punggung menekan dinding.
Latihan ini untuk memperkuat muskulus kuadriseps.
Latihan
peregangan otot hamstring: Peregangan otot hamstring penting karena otot
hamstring yang kencang menyebabkan beban pada vertebra lumbosakral
termasuk pada anulus diskus posterior, ligamen dan otot erector spinae.
Latihan dilakukan dari posisi duduk, kaki lurus ke depan dan badan
dibungkukkan untuk berusaha menyentuh ujung kaki. Latihan ini dapat
dilakukan dengan berdiri.
Latihan berjinjit: Latihan dilakukan
dengan berdiri dengan seimbang pada 2 kaki, kemudian berjinjit
(mengangkat tumit) dan kembali seperti semula. Gerakan ini dilakukan 10
kali.
Latihan mengangkat kaki: Latihan dilakukan dengan menekuk
satu lutut, meluruskan kaki yang lain dan mengangkatnya dalam posisi
lurus 10-20 cm dan tahan selama 1-5 detik. Turunkan kaki secara
perlahan. Latihan ini diulang 10 kali.
Proper body mechanics:
Pasien perlu mendapat pengetahuan mengenai sikap tubuh yang baik untuk
mencegah terjadinya cedera maupun nyeri.
Beberapa prinsip dalam menjaga posisi punggung adalah sebagai berikut:
* Dalam posisi duduk dan berdiri, otot perut ditegangkan, punggung
tegak dan lurus. Hal ini akan menjaga kelurusan tulang punggung.
* Ketika akan turun dari tempat tidur posisi punggung didekatkan ke
pinggir tempat tidur. Gunakan tangan dan lengan untuk mengangkat panggul
dan berubah ke posisi duduk. Pada saat akan berdiri tumpukan tangan
pada paha untuk membantu posisi berdiri.
* Pada posisi tidur gunakan tangan untuk membantu mengangkat dan menggeser posisi panggul.
* Saat duduk, lengan membantu menyangga badan. Saat akan berdiri badan diangkat dengan bantuan tangan sebagai tumpuan.
* Saat mengangkat sesuatu dari lantai, posisi lutut ditekuk seperti
hendak jongkok, punggung tetap dalam keadaan lurus dengan mengencangkan
otot perut. Dengan punggung lurus, beban diangkat dengan cara meluruskan
kaki. Beban yang diangkat dengan tangan diletakkan sedekat mungkin
dengan dada.
* Jika hendak berubah posisi, jangan memutar badan. Kepala, punggung dan kaki harus berubah posisi secara bersamaan.
* Hindari gerakan yang memutar vertebra. Bila perlu, ganti wc jongkok
dengan wc duduk sehingga memudahkan gerakan dan tidak membebani punggung
saat bangkit.
Dengan melakukan latihan setiap hari, atau
setidaknya 3-4 kali/minggu secara teratur maka diperkirakan dalam 6-8
minggu kekuatan akan membaik sebanyak 20-40% dibandingkan saat NPB akut.
Terapi operatif
Terapi
bedah berguna untuk menghilangkan penekanan dan iritasi pada saraf
sehingga nyeri dan gangguan fungsi akan hilang. Tindakan operatif pada
HNP harus berdasarkan alasan yang kuat yaitu berupa: 10
* Defisit neurologik memburuk.
* Gangguan otonom (miksi, defekasi, seksual).
* Paresis otot tungkai bawah.
Pada
discectomy, sebagian dari discus intervertebralis diangkat untuk
mengurangi tekanan terhadap nervus. Laminectomy dapat dilakukan sebagai
dekompresi.
Disusun oleh: Dr. Rahajeng Tunjung
DAFTAR PUSTAKA
1. Lubis I. Epidemiologi Nyeri Punggung Bawah. Dalam: Meliala L, Nyeri
Punggung Bawah, Kelompok Studi Nyeri Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia. Jakarta, 2003.
2. Meliala L. Patofisiologi dan
Penatalaksanaan Nyeri Punggung Bawah . Dalam Meliala L, Suryono B,
Wibowo S. Kumpulan Makalah Pertemuan Ilmiah I Indonesian Pain Society,
Yogyakarta, 2003.
3. Wirawan. Diagnosis dan Penatalaksanaan Nyeri
Pinggang. Dalam Socnarto. Simposium Rematik Pengenalan dan Pengelolaan
Artropati Seronegatif, Bagian Penyakit Dalam FK Undip, Semarang, 1998.
4. Kasjmir YI. Penatalaksanaan Medik Nyeri Punggung Bawah. Dalam
Meliala L, Suryono B, Wibowo S. Kumpulan Makalah Pertemuan Ilmiah I
Indonesian Pain Society, Yogyakarta, 2003.
5. Wheeler AH, Stubbart J. Pathophysology of chronic back pain. Up date April 13, 2006. www.emedicine.com/neuro/topic516.htm
6. Lubis I. Epidemiologi Nyeri Punggung Bawah. Dalam: Meliala L, Nyeri
Punggung Bawah, Kelompok Studi Nyeri Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia. Jakarta, 2003.
7. Aulina S. Anatomi dan Biomekanik Tulang
Belakang. Dalam: Meliala L, Nyeri Punggung Bawah, Kelompok Studi Nyeri
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Jakarta, 2003.
8. Adam RD, Victor M, Ropper AH. Principles of neurology. 7th ed. McGraw Hill co. New York. 2005: 194-212.
9. Meliala L. Patofisiologi Nyeri pada Nyeri Punggung Bawah. Dalam:
Meliala L, Nyeri Punggung Bawah, Kelompok Studi Nyeri Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia. Jakarta, 2003.
10. Suryamiharja A, Meliala L. Penuntun Penatalaksanaan Nyeri Neuropatik. Edisi Kedua. Medikagama Press. Yogyakarta, 2000.
11.
Meliala L. Patofisiologi Nyeri pada Nyeri Punggung Bawah. Dalam:
Meliala L, Nyeri Punggung Bawah, Kelompok Studi Nyeri Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia. Jakarta, 2003.
12. Patel AT, Ogle AA.
Diagnosis and management of acute low back pain. Available from:
URLhttp://www.afp/low%20back%20pain\Diagnosis%20Management%20of%20Acute%20Low%20Back%20Pain.htm.
13.
Sadeli. Neuroimejing pada Nyeri Punggung Bawah. Dalam: Meliala L, Nyeri
Punggung Bawah, Kelompok Studi Nyeri Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia. Jakarta, 2003.
14. Wibowo S. Farmakoterapi Nyeri Punggung
Bawah. Dalam: Meliala L, Nyeri Punggung Bawah, Kelompok Studi Nyeri
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Jakarta, 2003.
15. Anderson GBJ. Epidemiological features of chronic low back pain. Lancet 1999; 354:581-5.
16.
Rusdi I. Prognosis Nyeri Punggung Bawah. Dalam: Meliala L, Nyeri
Punggung Bawah, Kelompok Studi Nyeri Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia. Jakarta, 2003.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar