Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis) , pelatihan fungsi, dan komunikasi. (Kepmenkes RI No. 1363/MENKES/SK/XII/2f01)

Senin, 02 Januari 2012

Whiplash Injury

Sumber : kompasiana
Cedera lecutan (whiplash injury) adalah istilah awam untuk nyeri leher setelah terjadi cedera pada jaringan lunak leher (terutama pada otot dan persendian leher). Cedera ini terjadi karena paksaan pergerakan pada leher yang melampaui batas. Cedera lecutan dikenal sebagai keseleo leher atau tegang otot leher atau cedera hiperekstensi.
Cedera lecutan dapat terjadi pada:
  1. Kecelakaan kendaraan bermotor (terutama kecelakaan mobil)

  2. Cedera pada olahraga

  3. Kepala tertimpa benda yang jatuh

  4. Cedera fisik (misalnya mengguncang-guncangkan tubuh bayi)

  5. Ketegangan kronis pada otot leher (misalnya menjepit telepon dengan leher)
Gejala cedera lecutan dapat terjadi segera atau beberapa jam setelah terjadinya cedera. Makin cepat terjadinya gejala maka makin berat kemungkinan cederanya.
Mekanisme Cedera Lecutan pada Leher
Gejala cedera lecutan antara lain:
  1. Sakit leher

  2. Bengkak pada leher

  3. Nyeri sepanjang punggung

  4. Tegang otot di sisi atau belakang leher

  5. Susah menggerakkan leher
Segera hubungi bantuan kedaruratan medis, jika terjadi:
  1. Sakit leher berat

  2. Nyeri yang timbul beberapa hari setelah sebelumnya sempat membaik

  3. Nyeri di satu atau kedua lengan

  4. Tidak dapat menggerakkan kepala

  5. Nyeri bahu

  6. Sakit kepala

  7. Sempoyongan

  8. Penglihatan berkunang-kunang

  9. Rewel (pada anak-anak)

  10. Lumpuh, kesemutan ,atau baal pada lengan/kaki
Alat Fiksasi Leher
Pertahankan posisi leher agar tidak bergerak sebelum paramedis datang untuk memasang alat fiksasi leher.
Setibanya di ruang gawat darurat rumah sakit, biasanya dilakukan pemeriksaan Rontgen sebelum dipastikan untuk melepaskan alat fiksasi leher. Tujuan pemeriksaan Rontgen ini adalah untuk memastikan tidak adanya patah tulang leher.
Dokter juga akan memeriksa adanya luka, kekuatan otot lengan dan tungkai, kemampuan menerima rangsangan pada kulit, refleks lengan dan tungkai, serta gangguan / nyeri pergerakan leher. Jika perlu, pasien dirujuk ke dokter spesialis rehabilitasi medis.
Perawatan medis biasanya meliputi pijatan pada leher, tirah baring, fiksasi leher, terapi suhu dingin, terapi suhu panas, obat pereda nyeri, obat penenang otot, latihan pergerakan leher yang dikombinasi dengan terapi suhu panas setelah 3×24, pembatasan pergerakan leher di minggu pertama, serta latihan pergerakan leher secara bertahap pada minggu berikutnya.
Mekanisme Cedera Lecutan pada Otak
Sebagian besar pasien pulih sempurna dalam waktu 6 minggu, walau ada juga yang mengidap gejala sisa setelah 1-2 tahun. Biasanya cedera akan lebih berat jika terjadi pergerakan kepala yang hebat saat kecelakaan. Makin cepat timbulnya gejala setelah kecelakaan, juga meningkatkan risiko cedera yang lebih berat.
Perawatan sendiri di rumah, dapat dilakukan untuk meredakan nyeri dan mengurangi radang pada jaringan lunak leher. Tentunya ini dilakukan jika tidak ada gejala kedaruratan seperti yang sudah dituliskan di atas.
Perawatan sendiri di rumah dapat dilakukan dengan:
  1. Kompres leher dengan es selama 20 menit/jam pada 24 jam pertama. Jangan tempelkan es langsung pada kulit, tetapi alasi dengan kain/alat kompres.

  2. Minum obat pereda nyeri (hati-hati pada lambung yang sensitif).
Cedera lecutan dapat dicegah dengan cara:
  1. Saat mengemudi, pakailah sabuk pengaman dan sesuaikan tinggi tatakan kepala pada jok. Bagian tengah dari tatakan kepala, harus setinggi ujung atas telinga. Walau sabuk pengaman tidak mengurangi risiko terjadinya cedera leher, tetapi dapat mengurangi risiko kematian/cedera berat.

  2. Pilihlah kendaraan yang memiliki kantung udara (airbag).

  3. Jangan pernah mengguncang-guncangkan tubuh anak bayi.
Kepustakaan:
  1. “Update Quebec Task Force Guidelines for the Management of Whiplash-Associated Disorders”(pdf).2001-01-01. Retrieved 2007-09-18.

  2. Ropper AH, et al. Craniocerebral trauma. In: Ropper AH, et al. Adams and Victor’s Principles of Neurology. 9th ed. New York, N.Y.: McGraw-Hill Companies; 2009.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar